Indonesia Dalam Bahaya
"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden ataupun jajaran Pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa." Joko Widodo, dalam pidato kepresidenannya yang pertama, Gedung MPR/DPR Senin 20 Oktober 2014
Turut hadir dalam pelantikan tersebut, Prabowo Subianto yang sebelumnya bertarung memperebutkan kursi kepresidenan. Prabowo berdiri memberikan hormat kepada sang presiden saat namanya disebut seolah menyambut seruan sang presiden dalam pidatonya dengan berkata 'mari kita bersama-sama melakukan kerja besar membangun bangsa'.
Selalu ada yang menarik dari setiap pergantian kepemimpinan di negeri ini dari perbagai sisi. Tapi yang tak pernah berubah, adalah pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan pada hampir semua rakyat di negeri ini. "Akankah Indonesia menjadi lebih baik di tangan pemimpin barunya?". Ada yang ragu mengatakan "ya", ada yang yakin sepenuh hati mengatakan "Indonesia akan lebih baik". Tapi mungkin ada juga sebagian yang justru dengan yakin mengatakan "Indonesia dalam bahaya". Jika boleh aku bertanya, Kau memilih untuk mengatakan apa?
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa politik pencitraan yang salama ini di bangun oleh presiden terpilih membuat namanya jauh lebih besar melampaui karyanya. Yang menarik, sejumlah rakyat Indonesia sesungguhnya menyadari hal itu, tetapi media membuat mereka candu akan berita-berita kebesaran sang presiden yang pada realitanya sering tak sehebat beritanya. Seperti candu para perokok yang selalu menikmati ketika setiap gumpalan asap mengisi paru-parunya meski mereka menyadari penyakit yang dibawa dalam setiap sebatang rokok. Jika ini terus-menerus terjadi, mungkin Saya harus memilih untuk mengatakan "Indonesia dalam bahaya", untuk itu Indonesia harus berubah.
Rakyat tak cukup sebatas menyadari sebuah kesalahan, mulailah membangun koreksi, mengawal pemerintahan yang akan berjalan nanti. Jika kemarin kita membangun harapan pada sosok yang kini telah resmi dilantik menjadi presiden, mulailah untuk mengejar harapan-harapan itu, agar semuanya tak sebatas omong kosong yang hilang terbawa angin. Jika sebelumnya kita terhipnotis pada janji-janji, maka sekaranglah saatnya untuk mengih hutang janjinya, karena kita tidak suka di bohongi. kepada awak media, berhentilah membesar-besarkan karena itu hanya akan memperpanjang candu. Percayalah, seorang perokok pasti dapat terlepas dari candunya hanya jika dia mau,
Monas pasca Pesta Rakyat, euforia yang sengaja diciptakan untuk merayakan terpilihnya sang presiden yang lebih mirip artis dalam media, wajar jika warganya terkesan antusias. Yang menyedihkan setelah itu, Monumen Nasional yang menjadi kebanggaan warga Jakarta sekaligus sebagai icon kota tersebut disulap bagai tempat sampah. Beberapa fasilitas taman rusak, bahkan pada beberapa foto yang beredar di sosial media, ditemukan alat pencegah kehamilan di sela-sela sampah-sampah makanan. Kemana moral bangsa ini?
Ibu kota Negara Indonesia yang katanya menjadi pusat pemerintahan negeri ini tidak mampu sekadar menertibkan warganya. Ibu kota Negara Indonesia yang menjadi titik bertemunya berbagai budaya negeri ini, warganya tidak peduli terhadap kebersihan, fasilitas negara, dan ketertiban umum. Indonesia, Negeri yang mayoritas penduduknya muslim, warga ibu kotanya tak malu meniggalkan jejak-jejak kemaksiatan, mempertontonkannya ke seluruh pelosok negeri. Menyaksikan semua itu, aku merasa harus mengatakan "Indonesia dalam bahaya"
"Allahu Akbar, Allahu Akbar" Suara azan terdengar, Negeri ini negeri seribu satu masjid yang tak pernah henti menyuarakan kebesaran Allah. Dialah berkuasa atas setiap jengkal tanahnya, kepada-Nya lah kita menyembah, kepada-Nya lah kita memohon pertolongan. selama langkah langkah kaki terus tergerak menyambut seruan-Nya, selama itu pula harapan kita tak boleh pudar. Datanglah sambut seruan-Nya bersama orang-orang yang juga tergerak kakinya. Sampaikan berita tentang bahaya yang akan menimpa negeri ini pada mereka yang khusyu menyembah dirumah-Nya. Agar setiap insan yang dekat pada Tuhannya tak henti berdo'a dan berjuang untuk negeri ini. Karena disanalah sisa-sisa harapan dapat dibangkitkan.
"Hayya 'ala sholah... (Mari kita Sholat)"
"Hayya 'ala sholah... (Mari kita Sholat)"
"Hayya 'ala falah... (Mari kita meraih KEMENANGAN)"
"Hayya 'ala falah... (Mari kita meraih KEMENANGAN)"
Bekasi, 22 Oktober 2014
Ketika hujan belum mau turun,
- Ahmad Yasin -
Komentar